Perkembangan Analisis Wacana Dalam Ilmu Komunikasi, Sebuah Telaah Ringkas

(Dr. Ibnu Hamad)

Universitas Indonesia

A. Pendahuluan: Dari Komunikasi sebagai Wacana ke Analisis Wacana untuk Komunikasi

Untuk memahami perkembangan analisis wacana (discourse analysis) dalam ilmu sebaiknya kita pahami terlebih dahulu hubungan antara teori wacana (theories of discourse) dan teori komunikasi (theories of communications). Hal demikian dikarenakan berbicara analisis wacana dalam ilmu komunikasi tidak dapat dilepaskan dari perbincangan tentang pengaruh teori wacana terhadap teori komunikasi.

Salah satu teori discourse yang sangat relevan dengan teori komunikasi berasal dari James P. Gee (2005 : 26). Gee membedakan discourse kedalam dua jenis: Pertama, “discourse” (d kecil) yang melihat bagaimana bahasa digunakan pada tempatnya (“on site”) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik. Kedua, “Discourse” (D besar) yang merangkaikan unsur linguistik pada “discourse” (dengan d kecil) bersama-sama unsur non-linguistik (non-language “stuff”) untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas. Bentuk non-language “stuff” ini dapat berupa kepentingan ideologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-language “stuff” itu juga yang membedakan cara beraksi, berinteraksi, berperasaan, kepercayaan, penilaian satu komunikator dari komunikator lainnnya dalam mengenali atau mengakui diri sendiri dan orang lain.

Mengingat bahwa setiap tindakan komunikasi senantiasa mengandung kepentingan, apalagi komunikasi melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi, maka layaklah jika dikatakan bahwa setiap tindakan komunikasi adalah suatu Discourse (dengan D besar). Dalam pandangan communication as Discourse ini, komunikasi dilakukan dalam rangka menciptakan “kenyataan lain” atau “kenyataan kedua” dalam bentuk wacana (discourse) dari “kenyataan yang pertama”. Cara yang ditempuh dalam pembentukan wacana (realitas kedua) itu adalah sebuah proses yang disebut konstruksi realitas atau construction of reality.

Seperti tampak dalam Gambar 1, berdasarkan sebuah penelitian (Hamad, 2004), proses konstruksi realitas oleh pelaku (2) dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, pristiwa, dan sebagainya (1). Secara umum, sistem komunikasi adalah faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana. Dalam sistem komunikasi libertarian, wacana yang terbentuk akan berbeda dalam sistem komunikasi yang otoritarian. Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal (4) yang mengenai diri si pelaku konstruksi tentu saja sangat mempengaruhi proses kontruksi. Ini juga menunjukkan bahwa pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vakum. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi si pembuat dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis, dan sebagainya maupun dari kepentingan eksternal dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya (5).

Gambar 1: Proses Konstruksi Realitas dalam Pembentuk Discourse







Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai suatu strategi tertentu (6). Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf; pilihan fakta yang akan dimasukkan/dikeluarkan dari wacana yang populer disebut strategi framing, dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik atau strategi priming (7). Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksian (8) berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan (act) atau peninggalan (artifact). Oleh karena discourse yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan (9).

Dalam kenyataan, wujud dari bentuk wacana itu dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat wacana:

· Text (wacana dalam wujud tulisan/garfis) antara lain dalam wujud berita, features, artikel opini, cerpen, novel, dsb.

· Talk (wacana dalam wujud ucapan), antara lain dalam wujud rekaman wawancara, obrolan, pidato, dsb.

· Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile, demonstrasi, dsb.

· Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain dalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing, dsb.

Keberadaan bermacam bentuk wacana dapat kita temukan dalam media cetak (seperti novel), media audio (seperti pidato), media visual (seperti lukisan), media audiovisual (seperti film), di alam (seperti lanskap dan bangunan), atau discourse/Discourse yang dimediasikan (seperti drama yang difilmkan). Jadi tak selamanya discourse/Discourse itu berada dalam bentuk media massa, apalagi hanya media cetak.

Kondisi itulah yang menyebabkan metode penelitian komunikasi mengalami perkembangan atau penambahan dengan analisis wacana (discourse analysis). Hal-ikhwal yang berkenaan dengan isi komunikasi (content of communication) tidak lagi hanya dapat dijelaskan melalui metode analisis isi (content analysis) melainkan juga mesti memakai analisis wacana (discourse analysis).

B. Analisis Wacana untuk Komunikasi: Sejarah Perkembangan dan Ragam Metode

Kapankah analisis wacana mulai merambahi kajian komunikasi? Dalam tinjauan penulis, analisis wacana ini mulai marak dalam ilmu komunikasi termasuk di Indonesia adalah pada dekade 90-an. Kehadiran buku-buku yang berkenaan dengan wacana antara lain dari Fairclough (1995a dan 1995b), Mills (1997), Gee (1999, 2005) dan Titscher dkk (2000) serta penerbitan buku di dalam negeri seperti Sobur (2001), Eriyanto (2001), dan Hamad (2004), memperkuat metode dan pelaksanaan riset dengan memakai analisis wacana baik sebagai analisis naskah maupun sebagai analisis wacana kritis (critical discourse analysis).

Namun demikian, cikal bakal pemikiran yang menghantar tibanya analisis wacana (discourse analysis) sesungguhnya dimulakan oleh Krippendorff (1980). Ia berpendapat bahwa analisis isi kuantitatif harus diperkuat dengan kajian tentang indeks dan simptom serta representasi linguistik. Kemudian, Berger (1982) menyediakan teknik-teknik analisis media (media analysis techniques) yang sama sekali beda dari analisis isi dalam tradisi kuantitatif. Ia membahas empat teknik analisis media : semiological analysis, marxist analysis, psychoanalityc critism, dan sociological.

Dewasa ini di Indonesia, sudah banyak mahasiswa komunikasi di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar yang memakai analisis wacana sebagai metode penelitian ilmiah. Terdapat bermacam-macam metode analisis wacana yang mereka pergunakan sesuai dengan pilihan mereka:

1. Berdasarkan penggunaan metode, ada di antara mereka yang memakai: (a) analisis wacana sintagmatis (lihat Tabel 1), yang menganalisis wacana dengan metode kebahasaan (syntaxis approach) dimana peneliti mengeksplorasi kalimat demi kalimat untuk menarik kesimpulan; dan (b) analisis wacana paradigmatis (lihat Tabel 2), yang menganalisis wacana dengan memperhatikan tanda-tanda (signs) tertentu dalam sebuah wacana untuk menemukan makna keseluruhan;

2. Berdasarkan bentuk analisis, ada di antara mereka yang menggunakan: (a) analisis wacana linguistik yang membaca suatu naskah dengan memakai salah satu metode analisis wacana (sintaksis ataupun paradigmatis); dan (b) analisis wacana sosial, yang menganalisis wacana dengan memakai satu/lebih metode analisis wacana (sintaksis ataupun paradigmatis), menggunakan perspektif teori tertentu, dan menerapkan paradigma penelitian tertentu (positivis, post positivis, kritikal, konstruktivis dan partisipatoris).

3. Berdasarkan level analisis, ada di antara mereka yang menerapkan: (a) analisis pada level naskah, baik dalam bentuk text, talks, act dan artifact; baik secara sintagmatis ataupun secara paradigmatis; dan (b) analisis multilevel yang dikenal dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis) yang menganalisis wacana pada level naskah beserta konteks dan historisnya (lihat Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4).

4. Berdasarkan bentuk (wujud) wacana, ada di antara mereka yang melakukan analisis wacana terhadap wacana dalam bentuk tulisan, ucapan, tindakan, peninggalan (jejak); baik yang dimuat dalam media maupun di alam sebenarnya.

Tabel 1 : Ragam Metode Analisis Naskah Sintagmatik

No

Nama Metode

Dimensi Teoritis (Sebuah abstraksi)

Penggunaan sebagai Metode Analisis Wacana

1

MCD (Titscher,

2000:105-109)

Membership Categorization Device Analysis atau MCD saja adalah metode analisis wacana yang bertujuan untuk memahami kapan dan bagaimana para anggota suatu masyarakat membuat sebuah deskripsi supaya segera setelah itu diketahui mekanisme yang digunakan untuk memproduksi deskripsi tersebut secara pantas dan cocok.

Dimulai dengan satu dua kalimat yang secara gramatikal berhubungan (misalnya, kalimat majemuk) dalam sebuah teks; guna dianalisis struktur dan aturannya yang berlaku dalam kalimat tersebut, yang lazimnya mencakup aspek-aspek indeksial (fenomena yang dibicarakan), refleksifitas (fakta yang terkandung), dan demonstrasi (aturan yang dipakai).

2

CA (Titscher,

2000:109-114)

Conversation Analysis (CA) bertujuan menemukan prinsip dan prosedur yang dipergunakan partisipan dalam memproduksi struktur dan aturan dari suatu situasi komunikasi.

Menganalisis suatu percakapan antara dua orang atau lebih dengan memperhatikan cara mereka berinteraksi seperti sikap saling bergantian berbicara, situasi komunikasi yang terjadi, dsb.

3

FP (Titscher,

2000:171-184)

Functional Pragmatic (FP) membahas bentuk percakapan (speech action) dan prilaku percakapan (speech act) untuk menemukan tujuan (purpose) dari partisipan sebuah percakapan.

Memperhatikan prosedur dan pola (pattern) percakapan. Prosedur adalah unit terkecil dari tindakan percakapan seperti saya, di sini, sekarang; Pola adalah potensi yang mendukung pada tindakan percakapan, seperti setting tugas, pemenuhan tugas, penalaran yang efektif.

4

DTA ((Titscher,

2000:185-197)

Distinction Theory Approach (DTA) melihat bahwa komunikasi terdiri dari tiga unsure: informasi, ucapan/penyampaian (utterance), dan pemahaman. DTA menganalisis aspek-aspek utterance ini baik segi eksplisitnya maupun segi implisitnya.

Menganalisis aspek pembeda bagian luar (explicit distinction) dan aspek pembeda bagian dalam (implicit distinction) suatu naskah dengan menemukan konsep-konsep serta memberinya makna. Kemudian membadingkan aspek eksplisit dan implisit; menganalisisnya; dan menarik kesimpulan.

5

Objective Hermeneutika (Titscher,

2000:198-212)

Metode ini berusaha memahami makna sebagai sesuatu yang bersifat obyektif berdasarkan struktur sosial (as an objective social structure) yang muncul secara interaktif. Makna adalah hasil interaksi mutual, walaupun para pelakunya tidak dapat mengaksesnya, sehingga diperlukan pihak luar untuk menelitinya.

Memperhatikan aspek-aspek konteks internal dan eksternal dari sebuah wacana, melakukan interpretasi ekstensif, interpretasi menyeluruh, dan mengajukan hipotesis individual tentang kepentingan ekonomi para aktor. Analisis dimulai dengan yang bersifat sekuensial, kemudian dilanjutkan dengan analisis rinci.

Dari uraian tabel 1 di atas, tampak bahwa terdapat kemiripan antara satu metode dengan metode lain dalam hal fokusnya pada analisis sintagmatis suatu naskah. Cara penerapan keempat metode analisis naskah sintagmatik ini pada dasarnya sama; yaitu membaca/menafsirkan makna instrinsik dan ekstrinstik kalimat demi kalimat sebuah naskah dengan memperhatikan hubungan antar bagian dalam kalimat, paragraf, bait, frase, baik yang bersifat menghubungkan (conjuntion), berlawanan (oppositional) dan seterusnya. Analisisnya bersifat in situ dalam sebuah naskah. Tujuannya adalah menangkap ide besar yang dikandung naskah tersebut.

Adapun analisis wacana paradigmatis, terdapat sejumlah pilihan metode seperti tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2 : Ragam Metode Analisis Naskah Paradigmatik

No

Nama Metode

Dimensi Teoritis (Sebuah abstraksi)

Penggunaan sebagai Metode Analisis Wacana

1

Semiotika (Berger, 1982)

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), makna tanda, dan cara kerja tanda. Menurut semiotika strukturalis tanda dibagi kedalam tiga jenis: ikon, indeks, simbol. Menurut semiotika post strukturalis, sebuah naskah memiliki ”gagasan inti” atau ”benang merah”.

Secara strukturalis, menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan. Secara post strukturalis menangkap ”benang merah” dari naskah.

2

Analisis Marxis (Berger, 1982)

Bersumber dari teori Marxis, analisis ini melihat realitas sosial sebagai yang penuh dengan pertentangan antara kelas serta pertarungan ideologis dan kekuasaan.

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya sebagai jalan untuk mengetahui siapa mengekspolitasi siapa serta ideologi apa yang ada di balik suartu naskah.

3

Psikoanalisis (Berger, 1982)

Aliran psikologi Fruedian; berbicara tentang id, libido; ego, super-egonya dan sebagainya. Percaya bahwa semua hal yang dilakukan manusia mencerminkan alam bawah sadarnya.

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya guna menunjukkan bahwa tanda-tanda tersebut mencerminkan alam bawah sadar si pembuat atau si pemakai tanda.

4

Analisis Sosiologis (Berger, 1982)

Aliran struktur-fungsional melihat bahwa dalam bermasyarakat terdapat pembagian tugas dan fungsi. Setiap individu dalam struktur sebuah masyarakat memiliki status dan peran masing-masing

Menemukan tanda-tanda dalam suatu naskah dan menafsirkannya untuk mencari siapa yang diberi status dan peran apa serta bentuk relasi antar indivudu dalam naskah itu.

5

Semiotika Sosial (Halliday, 1993)

Semiotika sosial memandang bahwa sebuah naskah terdiri dari tiga komponen utama: medan wacana (cara pembuat wacana memperlakukan suatu peristiwa); pelibat wacana (sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan beserta atribut sosial mereka dalam suatu wacana), dan sarana wacana (cara pembuat wacana menggunakan bahasa dalam manggambarkan peristiwa).

Mengamati suatu naskah untuk menemukan apa medan wacana yang ada di sana; siapa yang menjadi pelibat wacananya, dan bagaimana sarana wacananya. Kemudian menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan.

6

Analisis Framing

(Sobur, 2001; Erianto, 2002

Hamad, 2004;

Van Dijk, 1988)

Teori framing berbicara tentang seleksi isu yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wacana. Menurut framing, dalam wacana berlangsung proses pemilihan fakta mana yang mau diangkat, fakta mana yang mau disembunyikan, atau fakta mana dihilangkan sama sekali. Wacana menurut framing terdiri dari sejumlah komponen yang diisi dengan fakta-fakta pilihan itu.

Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara menganalisis analisis wacana dengan framing adalalh memenuhi setiap komponen framing dengan fakta (bagian naskah) yang terdapat dalam suatu naskah.

· Komponen framing Gamson dan Modigliani: Metaphors, Exemplars, Catchphrases, Depictions, Visual images, Roots, Consequences, dan Appeals to principals.

· Komponen framing Pan & Kosicki: Sintaksis (skema berita); Skrip (kelengkapan berita); Tematik (detail; koherensi; bentuk kalimat; kata ganti); Retoris (leksikon; grafis; metafora)

· Komponen framing Van Dijk: Summary (Headline; lead); Story (situation and comments). Situation (episode and background); Comments (verbal reactions and conclussions). Episode (main events and consequences). Background (context and history). History (circumtances and previous events). Conclussion (expectations and evaluations)

· Komponen framing Robert Entman: Problem Identification, Causal Interpretation, Moral Evaluation: dan Treatment Recommendation

· Komponen framing Ibnu Hamad: Perlakuan atas peristiwa (Tema yang diangkat dan Penempatan berita), Sumber yang dikutip (Nama dan atribut sosial sumber), Cara Penyajian (Pilihan fakta yang dimuat dan Struktur penyajian), dan Simbol yang dipergunakan (Verbal : kata, istilah, frase; dan Non-verbal: foto, gambar)

7

Ethnographic of SPEAKING (Titscher, 2000:94-99)

Berasal dalam tradisi Antropologi yang melihat bahwa penggunaan symbol komunikasi dan cara komunikasi itu terikat dengan budaya. Pendekatan terhadap masalahnya menggabungkan teori antropologi dan linguistik untuk komunikasi. Tujuan: untuk melihat pola interaksi komunikasi antar partisipan sesuai konteks, tempat dan waktu. Untuk menggambarkan siapa di antara partisipan berperan apa.

Mengamati pola interaksi komunikasi yang terjadi di lapangan untuk melihat siapa di antara partisipan berperan apa. Menganalisis rekaman (lebih mudah bila dalam bentuk film) suatu interaksi komunikasi melalui komponen-komponen S (setting, scene), P (participants), E (ends, goal, purpose), A (act sequence), K (key, tone, manner), I (instrumentalities), norms (belief), Genre (textual categories)

8

Grounded Theory (Titscher,

2000:74-89)

Grounded Theory (GT) dalam analisis teks mencoba membangun konsep atau kategori berdasarkan data dari teks. Penggunaan GT untuk analisis teks mencoba mengkonseptualisasi asumsi-asumsi basis data.

Memperhatikan bagian demi bagian dari teks untuk menemukan sedikitnya sepuluh kategori konsep (coding families) antara lain c-families (causes, consequences...), process families (stages, phases, duration...), culture families (norms, values, sosially shared attitudes)....

9

SYMLOG (Titscher,

2000:136-143)

System for Multiple Observation of Group (Symlog) menganalisis tindakan komunikasi suatu kelompok dengan mengamati tiga level: prilaku verbal dan nonverbal, ide yang muncul selama komunikasi, dan nilai (pro kontra) saat berkomunikasi.

Menganalisis tujuh aspek dari wacana: waktu interaksi, nama aktor, nama alamat, bahasa simpel sebagai komentar atas prilaku/ide, nilai yang diekspresikan pelaku (pro-kontra), catatan atas orientasi prilaku dan ide aktor dalam ruang ketika berinterkasi dalam kelompok, dan alokasi dari salah satu ide tentang diri, orang lain, kelompok, situasi, masyarakat, dan fantasi

Berbeda dari penerapan analisis naskah sintagmatik yang mengeksplisitikan makna instrinsik sebuah naskah kalimat demi kalimat maka penerapan analisis metode-metode paradigmatik adalah dengan cara menemukan bukti-bukti dalam naskah atau menunjukkan bagian-bagian dari naskah sebagai temuan data untuk menjawab permasalahan penelitian. Untuk itu, peneliti mencari tanda (signs) yang relevan dengan pertanyaan penelitian.

Adapun analisis wacana dalam bentuk analisis wacana kritis (critical discourse analysis/CDA) berarti peneliti menganalisis wacana pada level naskah beserta sejarah dan konteks wacana tersebut. Penelaahaan atas wacana tidak hanya dilakukan pada level naskah namun dilanjutkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi naskah. Analisis wacana CDA memiliki dua model, yaitu CDA model Norman Fairclough yang melihat teks (naskah) memiliki konteks (Gambar 2) dan CDA dari Ruth Wodak yang menilai teks (naskah) mempunyai sejarah (Gambar 3). (Wodak, 1996:17-20 dalam Titscher, 2000:146-147).

Gambar 2. CDA Norman Fairclough




Proses Produksi

Deskripsi (Analisis Teks)

Teks

Interpretasi (Analisis Proses)

Proses Interpretasi

Praktik Wacana

Eksplanasi (Analisis Sosial)

Praktik Sosio-kultural

(situasional; institusional,

dan kemasyarakatan)




Dimensi-Dimensi Discourse Dimensi-2 Analisis Discourse

Seperti tampak dalam Gambar 2, CDA Norman Fairclough melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”; “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural (Fairclough, 1997: 98). Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang multilevel dalam CDA Fairlough ini secara sederhana diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 : Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough

No.

Level

Masalah

Level

Analisis

Teknik Pengumpulan Data

1

Praktik

sosiokultural

Makro

- Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian

- Secondary data yang relevan dengan tema penelitian

- Penelusuran Literatur yang relevan dengan tema penelitian

2

Praktik

Wacana

Meso

- Pengamatan Terlibat pada Produksi Naskah, atau

- Depth interview dengan pembuat naskah, atau

- “Secondary Data” tentang pembuatan naskah

3

Text

Mikro

- Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Tabel 3 itu memperlihatkan bahwa untuk memahami wacana, kita perlu mengumpulkan data pada level makro, meso, hingga mikro. Posisi metode pengumpulan data pada level meso dan makro menunjukkan prioritas. Jika urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan selanjutnya.

Untuk CDA dari Ruth Wodak (Titscher, 2000: 155) menyajikan model seperti tampak dalam Gambar 3. Model ini melihat naskah memiliki sejarah perjalanannya, sehingga ia dikenal dengan Discourse- Historical Method. Perjalanan tersebut bukan saja terjadi pada dimensi bahasa melainkan juga pada dimensi pemikiran si pembuat naskah. Keduanya dipengaruhi oleh dimensi psikologis si pembuat naskah yang berinteraksi dengan situasi dan kondisi komunikasi.

Gambar 3. Model CDA Ruth Wodak

SCHEMA:

COGNITIVE DIMENSION

PLAN

FRAME

SCHEMA

SCRIPT

SOCIO-PSYCHOLOGICAL DIMENSION

Communicative, functions,

Speech,

Situation,

theme

Affectivity, gender, level of speaker, conflict type

Time, place, specific sepeaker

LINGUISTIC DEMENSION

TEXT-THEMATIC

MACRO-STRUCTOR

TEXT SORT

TEXT TYPE

REALIZED TEXT

Seperti halnya untuk model CDA Fairclough, agar kita dapat menangkap makna naskah dan sejarah perjalanan yang mempengaruhinya, kita perlu menggali data pada setiap dimensi sebagaimana tampak dalam Tabel 4. Posisi metode pengumpulan data menunjukkan prioritas. Jika urutan pertama tidak dapat dilakukan, maka urutan selanjutnya.

Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data pada CDA Wodak

Level

Bentuk

Teknik pengumpulan data

Cognitive

Dimension

Plan of Text

Gagasan

pembuatan Teks

- Wawancara mendalam dengan pembuat teks

- Riwayat hidup pembuat teks

Socio-

Psycological

Dimension

Pengaruh sosial dan psikologis terhadap Teks

Proses

pembuatan Teks

- Pengamatan Terlibat proses pembuatan teks

- Wawancara mendalam tentang pembuatan teks

- Secondary data tentang pembuatan teks

Linguistic

Dimension

Realized Text

Teks yang

terwujud

- Satu/gabungan metode analisis naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Dari model CDA Norman Fairclough (Gambar 2) dan CDA Ruth Wodak (Gambar 3) kita juga dapat melakukan sintesa dari kedua model tersebut. Model baru ini dibangun untuk kepentingan analisis wacana berupa firman Tuhan dimana kehadiran firman itu jelas tidak dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Dalam tradisi Islam misalnya, teks Al-Quran adalah firman Allah SWT. “Process of production” atau “Text of production” dari setiap ayat dalam kitab suci itu semata-mata merupakan urusan Allah SWT. Sementara itu untuk “process of interpretation” atau “text consumption” merupakan upaya manusia untuk memahami ayat-ayat suci tersebut guna memperoleh manfaatnya seraya mempelajari sebab-sebab turunnya ayat (asbabun-nuzul ayat) agar panafsiran atas ayat-ayat berlangsung secara kontekstual. Alhasil, CDA untuk memahami ayat-ayat suci tersebut seperti tampak dalam Gambar 4.

Gambar 4. CDA untuk Firman Tuhan




“Asbabun-Nuzul”

Deskripsi (Bayani)

Ayat

(Teks)

Interpretasi (Burhani)

“Kepentingan Manusia”

Praktik Penafsiran

Eksplanasi (Irfani)

Problem Sosial Keummatan




Dimensi-Dimensi Discourse Dimensi-2 Analisis Discourse

Dari Gambar 4 ini tampak bahwa penafsiran ayat (teks) berdasarkan asbabun-nuzulnya (konteks turunnya ayat) serta relevansinya dengan problematika keummatan memiliki tujuan ganda:

(1) Pemahaman ayat pada level teks bertujuan untuk memahami ayat secara huruf demi huruf sesuai kaidah bahasa kitab suci (: untuk Al-Quran berarti berupa kaidah bahasa Arab). Itulah yang disebut dengan pemahaman ayat secara bayani. Metode yang sudah lazim dipakai pada level bayani adalah Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf. Pada level ini dapat dimanfaatkan pula metode analisis wacana sintagmatik ataupun paradigmatik sebagai alat bantu terutama untuk memahami tanda (signs) tertentu dalam sebuah ayat atau surah.

(2) Pemahaman ayat yang dikaitkan dengan “asbabun-nuzul ayat” dan kepentingan aktual manusia dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman ayat secara kontekstual dan relevan (pemahaman ayat secara burhani). Di sini sangat diperlukan pengetahuan yang cukup tentang “sejarah” setiap turunnya ayat serta tentang hajat manusia atas solusi kehidupan menurut ayat. Dengan memperhatikan aspek kontekstualnya pada masa lalu dan hajat manusia atas solusi kehidupan menurut ayat maka pemahaman ayat disamping akan menjadi proporsional tetapi juga akan mudah mengaitkannya dengan kondisi kekinian.

(3) Pemahaman ayat yang dikaitkan dengan problematika sosial keummatan bertujuan untuk mendapatkan praksis dari firman Tuhan tersebut bagi manusia. Melalui usaha mendapatkan dimensi praktis dari setiap ayat, penafsiran ayat secara irfani ini niscaya akan membuat ayat atau surah tampak kegunaan praktisnya bagi manusia.

Seperti halnya dua model CDA sebelumnya, penerapan CDA untuk firman Allah ini akan mengikuti proses pengumpulan data yang bersifat multilevel seperti tampak dalam Tabel 5.

Tabel 5 : Proses Pengumpulan Data dalam CDA Ayat Suci

No.

Level

Masalah

Level

Analisis

Metode Pengumpulan Data

1

Problematik

sosiokultural

Irfani

- Depth Interview dengan ulama/ahli agama mengenai pokok kajian

- Penelusuran Literatur yang relevan dengan tema penelitian/pokok bahasan

2

Praktik Penafsiran berdasarkan sebab turunnya ayat dan kepentingan manusia

Burhani

- Penelusuran Literatur tentang sejarah turunnya ayat (asbabun-nuzul ayat)

- Penelusuran Literatur tentang kaidah-kaidah pembuatan hukum (dalil) berdasarkan ayat.

3

Ayat (Teks)

Bayani

- Penggunaan kaidah Nahwu-Sharf

- Dibantu oleh satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

Sebagai perbandingan, dunia analisis naskah juga mengenal dua metode yang lebih kuantitatif, yaitu analisis isi (content analysis) dan analisis bibiliometrika (bibliometric survey). Untuk uraian singkat, lihat Tabel 6. Sebagai metode yang serumpun dengan analisis wacana, kedua analisis isi dan bibliometrika mencoba mengetahui kandungan isi naskah dengan pendekatan kuantitatif, termasuk menggunakan perhitungan matematik dan statistik

Tabel 6. Dua Metode Analisis Naskah Kuantitatif

No

Nama Metode

Dimensi Teoritis (Sebuah abstraksi)

Penggunaan sebagai Metode Analisis Isi

1

Analisis isi (Titscher,

2000:55-73)

Content analysis atau analisis isi adalah usaha peneliti menemukan isi teks secara obyektif, sistematis, dan kuantitatif tentang kategori-kategori yang menjadi pertanyaan penelitian.

Peneliti membuat kategori-kategori sesuai pertanyaan penelitian kemudian menghitung jumlah dan membuat prosentasi setiap kategori tersebut guna menarik kesimpulan dari hasil perhitungan itu. Dilakukan pula perhitungan realibitas dan obyektivitas penelitian melalui rumusan statistik yang tersedia.

1

Bibliometrik (Titscher,

2000:105-109)

Bibliometrika adalah analisis isi yang bertujuan mengukur seberapa besar kecenderungan dipakaianya konsep, teori, metode, serta pendapat tokoh dalam sebuah atau lebih bidang kajian.

Menghitung jumlah kutipan (cititation) tentang konsep, teori, metode, tokoh yang dipergunakan dalam sebuah bidang kajian yang sejenis. Dalam konteks ini dasar perhitungan yang dikenal dengan Social Science Cititation Index (SSCI) dengan metode perhitungan tertentu seperti rumus Lotka yx = C/x2 .

C. Teknik Melakukan Analisis Wacana

Dalam pelaksanaannya, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan problematika sosial.

Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha memahami makna yang teradapat dalam sebuah naskah, melainkan acapkali menggali apa yang terdapat di balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan. Walhasil, proses pelaksanaan analisis wacana untuk ilmu komunikasi dapat digambarkan dengan Gambar 5.

Dari Gambar 5 tersebut, aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, and artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya naskah (:berita) tentang politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat analisis wacana yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian, dan metode analisis wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi secara simultan terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian analisis wacana.

Untuk perspektif teori, dalam analisis wacana sebagai metode penelitian sosial lazimnya memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori wacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentu yang sesuai dengan tema penelitian, misalnya teori politik, teori kekuasaan, teori gender, teori ekonomi-politik, teori ideologi, dan sebagainya. Teori subtanstif diperlukan untuk menjelaskan bidang permasalahan penelitian analisis wacana dari perpektif teori yang bersangkutan.

Gambar 5. Proses analisis wacana sebagai metode penelitian sosial




Adapun teori wacana diperlukan untuk membantu menganalisis naskah yang menjadi obyek kajian analisis wacana. Teori wacana mana yang dipakai tergantung pada metode analisis naskah yang dipakai. Jika pada analisis naskah dipakai metode semiotika, misalnya maka dipakailah teori semiotika; bila digunakan framing sebagai metode analisis naskah, maka kita gunakan teori framing sebagai teori wacana. Pun demikian, jika kita menerapkan CDA hendaknya kita paparkan teori CDA dalam pendekatan teori wacana.

Sebagai bagian dari penelitian kualitatif, analisis wacana mengenal lima paradigma penelitian: positivis, post positivus, konstruktif, kritis, dan partisipatoris dimana setiap paradigma memiliki karakteristik dan tuntutan yang berbeda-beda dalam proses dan jenis data yang mesti dikumpulkan (Denzin and and Lincoln, 2005). Dalam banyak hal, pemilihan paradigma ini sangat terkait dengan tujuan analisis wacana yang dirumuskan peneliti.

Secara garis besar, tahapan-tahapan melakukan analisis wacana sosial dapat dijelaskan urutannya sebagai berikut:

  1. Pilih satu atau serangkaian naskah yang akan dianalisis; misalnya berita tentang “Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan” di Kantor Berita “Antara” (Indonesia) dan Kantor Berita “Bernama” (Malaysia)
  2. Gunakanlah teori substantif yang dianggap relevan dengan bidang permasalahan penelitian dan tujuan penelitian. Dalam kasus sengketa Pulau Sipadan-Ligitan tersebut mungkin kita akan gunakan teori “national interest”
  3. Pakailah teori wacana yang sejalan dengan metode analisis wacana yang digunakan; misalnya pada level metode akan digunakan semiotika sosial, maka pada level teori wacananya juga adalah semiotika sosial.
  4. Pilih paradigma penelitian yang akan digunakan. Perhatikan teori substantif yang digunakan. Jika teori itu merupakan bagian teori kritis, maka pakailah paradigma kritis, dan seterusnya. Karena teori “national interest” tersebut termasuk teori-teori positivis, maka paradigma penelitian yang dipakai sebaiknya paradigma positivis.
  5. Tetapkan tipe analisis wacana apa yang akan digunakan: apakah pada level naskah saja ataukah hendak memakai CDA.
  6. Jika semuanya telah ditetapkan dan dipandang sudah cocok (saling menguatkan, tidak bertentangan satu sama lain), bacalah naskah dengan metode analisis wacana dan berikan arti atau maknanya.
  7. Tafsirkan hasil analisis tersebut dengan teori substansi (dalam kasus ini teori “national interest”) dengan cara berpikir paradigma positivis, kemudian tarik kesimpulan serta implikasi hasil analisis wacana tersebut.

Sebagai alat bantu melakukan analisis, ada baiknya beberapa hal berikut dipahami agar dalam pelaksanaannya lebih mudah dan hasilnya lebih mendalam.

a) Sebelum melakukan analisis wacana, sebaiknya dipahami secara saksama teori-teori wacana, khususnya proses terjadinya suatu wacana (lihat kembali Gambar 1)

b) Sebelum atau ketika melakukan analisis wacana, sebaiknya dibantu dengan teori linguistik dan teori makna, antara lain:

1. Teori bahasa. Pemahaman teori bahasa yang baik niscaya akan sangat membantu mengingat basis dari teori dan analisis wacana adalah bahasa. Di antara teori bahasa yang sebaiknya dikuasi adalah yang berkaitan dengan penciptaan Discourse. Dalam kaitan ini, layak dikemukakan pandangan Giles dan Wiemann tentang hubungan bahasa dengan penciptaan realitas (Discourse) seperti tampak dalam gambar 6. Ternyata bahasa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi dapat menciptakan realitas.

Gambar 6 : Hubungan antara bahasa, Realitas, dan Budaya

Language

Reality creates creates creates reality














creates

2. Teori Segi Tiga Makna (Tri-angle Meaning Theory) antara lain tampak dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Penguasaan teori makna sangat penting untuk membantu menafsirkan tanda (bahasa) dalam naskah.

3.

Gambar 7: Elemen Makna Pierce

Gambar 8 : Semantic Triangle Richard

Sign

Object Interpretan

Reference or Thought




Symbolizes refers to

Symbol Referent

4. Lay-out argument dari Stephen Toulmin (dalam Foss, et.al 1985: 88) seperti divisualisaikan dalam gambar 7. Menurut Toulmin penggunaan symbol (warrant) itu memiliki latar belakang (ground) guna mencapai suatu tujuan (claim). Pemikiran ini sangat relevan dengan pembahasan kita di awal mengenai Discourse (dengan D besar) sebagai obyek kajian analisis wacana paradigmatic. Teori ini sangat berguna dalam menafsirkan mengenai “adanya kepentingan” di balik naskah.

5. Formula Larutan (Lambang-Rujukan-Tujuan). Dalam pandangan ini penggunaan lambang memiliki rujukan guna mencapai suatu tujuan (Gambar 8) . Seperti halnya dengan logika Toulmin, teori ini niscaya bermanfaat untuk mengetahui “adanya kepentingan” di balik naskah.

Penampang 7 : Lay-out Argument

(Logika Toulmin)

Warrant




Ground Claim

Penampang 8 : Relasi Lambang, Rujukan, Tujuan (Formula Larutan)

Lambang




Rujukan Tujuan

6. Analisis Pentad. Kurang lebih sama dengan yang lain, pemikiran Kenneth Burke seperti tampak dalam gambar 9 (dalam Foss, et.al 1985: 168-171), melihat bahwa penggunaan suatu simbol (act) memiliki latar belakang (scene), pelaksana (agent) dan media atau alat (agency) dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu (purpose).

Gambar 9 : Pentad Analysis

Act Scene Purpose


Agent


Agency

Sudah barang tentu, masih banyak teori-teori makna dan hermeneutika yang sangat penting dipelajari untuk memperkaya, memperluas, memperdalam, dan mempertajam analisis wacana. Kegiatan melakukan penelitian analisis wacana sesering mungkin niscaya akan menambah kepercayaan diri dengan hasil analisis wacana walaupun jangan lekas puas dengan satu kali interpretasi.

c) Oleh karena analisis wacana kerapkali mengangkat topik-topik perbincangan yang bersifat kritikal, misalnya tentang ketimpangan gender, konsumerisme, budaya populer, dan sejenisnya, maka untuk melakukan analisis wacana dengan topik-topik tersebut peneliti hendaknya menguasai teori-teori kritis dengan para pemikirnya seperti Adorno, Hockeimer, Faucoult, Derrida, Habermas, dan sebagainya.

D. Penutup: Memperbicangkan Keabsahan Analisis Wacana dan Pemanfaatan Hasil Analisis

Pertanyaan yang sering diajukan seputar analisis analisis wacana sebagai metode penelitian sosial, bagaimanakah cara menjaga ”keabsahan” dalam arti obyektivitas hasil analisis wacana? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita harus sepakat terlebih dahulu mengenai pengertian obyektif, yaitu kemampuan dapat diulanginya kembali sebuah riset analisis wacana dengan hasil yang sama.

Dalam konteks itu, sebuah riset analisis wacana dapat dapat diulangi kembali dengan hasil yang sama jika pengulangan tersebut menggunakan pendekatan teori yang sama, paradigma penelitian yang sama, serta tipe dan metode analisis yang sama. Misalnya, peneliti A melakukan riset analisis wacana Editorial koran X tentang ”Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan” yang dimuat pada hh/mm/yyy. Teori yang digunakan adalah ”teori national interest” (pada teori substantifnya) dan teori framing (pada teori wacananya), memakai paradigma konstruktivis, dan memilih CDA Norman Fairclough sebagai strategi risetnya serta menerapkan analisis framing Robert Entman untuk menganalisis naskahnya. Jika peneliti B mengulangi riset tersebut dengan peralatan penelitian yang sama dengan si A, niscaya hasil penelitian keduanya mesti sama. Dengan demikian maka absahlah hasil analisis wacana tersebut. Kalau terjadi perbedaan, besar kemungkinan salah satu peralatan riset di antara keduanya yang berbeda, misalnya berbeda dalam paradigma penelitian!

Lagi pula, seperti sudah diuraikan sebelumnya, masing-masing metode analisis memiliki karakteristik tersendiri. Demikian pula paradigma penelitian memiliki kiteria kualitas dan cara berpikir sendiri. Semua itu berpengaruh pada obyektivitas yang akan diperoleh oleh analisis wacana.

Jadi, obyektivitas hasil penelitian analisis wacana terletak pada konsistensi si peneliti mengaplikasikan suatu pendekatan teori, paradigma penelitian dan jenis riset serta metode analisis wacana. Selama ia mengacu sekuat tenaga pada peralatan riset tersebut dalam rangka menjawab permasalah dan membuktikan tujuan penelitian, maka hasil risetnya dapat dikatakan sudah obyektif. Oleh karena itu hindarilah opini pribadi dan selalulah memakai kriteria kualitas paradigma penelitian dan karakter metode analisis wacana yang dipakai sebelum, selama, dan sesudah penelitian dilakukan. Upaya untuk senantiasa konsisten dengan kriteria kualitas paradigma penelitian ini pada gilirannya bagian dari usaha peneliti menjaga validitas hasil penelitian analisis wacana sesuai paradigma masing-masing.

Seandainya sebuah hasil analisis wacana berbeda dari hasil analisis wacana lainnya, mana yang harus dipercayai? Untuk ini perlu diperhatikan 7 (tujuh) aspek utama yang ada dalam penelitian: perumusan masalah, tujuan penelitian, teori substantif yang dipakai, teori wacana yang digunakan, paradigma penelitian yang dipilih, metode analisis wacana yang diterapkan serta teknik analisis yang dilakukan. Jika dua atau lebih penelitian sama dalam ketujuh aspek tersebut, seharusnya sama hasilnya dan sama validnya. Kalau sebuah penelitian memiliki perbedaan dalam satu atau lebih dari tujuh aspek tersebut, maka hasil penelitian itu valid untuk penelitian yang bersangkutan; dan tak dapat dibandingkan dengan hasil analisis wacana lainnya yang memiliki pendekatan yang berbeda karena setiap hasil analisis wacana memiliki validitasnya masing-masing.

Lantas, sejauhmana tingkat generalisasi sebuah hasil analisis wacana? Yang jelas, analisis wacana tak mengenal tingkat generalisasi seperti yang dimaksudkan dalam pendekatan kuantitatif. Analisis wacana hanya berupaya menerangkan kandungan isi naskah dan jika perlu beserta konteks atau hitorisnya tentang sebuah tema/isu yang dimuat dalam naskah tersebut. Dengan demikian, hasil penelitian analisis wacana bersifat ideografis.

Pertanyaan lain yang kerap muncul, buat apa analisis wacana dilakukan, hatta sudah dilaksanakan secara obyektif? Dalam kasus “Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan”, dari hasil analisis pada level naskah dengan metode semitoka sosial, misalnya, kita dapat mengetahui cara pandang (field of discourse) masing-masing kantor berita kedua negara terhadap kasus tersebut. Adakah kesamaan cara pandang ataukah berbeda? Adakah kemungkinan cara membahasakan (mode of discourse) yang dimiliki oleh kedua kantor berita tersebut memperuncing sengketa kedua negara? Siapa saja yang dikutip selaku nara sumber (tenor of discourse) dalam kasus tersebut? Jalan keluar apa yang ditawarkan oleh masing-masing kantor berita tersebut?

Dengan demikian, tak berlebihan kiranya jika dikatakan analisis wacana mampu memberikan kemanfaatan yang tak sedikit kepada perubahan sosial termasuk di dalamnya saling pemahaman dalam hubungan antar bangsa. Di samping signifikansi sosial tersebut, penggunaan analisis wacana setidak-tidaknya menyadarkan para penafsir naskah untuk lebih bertanggung jawab atas “bacaan” yang dilakukannya, tidak semata-mata didasarkan atas pendapat pribadi melainkan dipandu oleh prinsip-prinsip methodologi penelitian secara konsisten dan bertanggung jawab.

Daftar Pustaka

Berger, Arthur Asa. 2000. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer (terjemahan). Yogyakarta : Tiara Wacana.

Berger, Arthur Asa. 1982. Media Analysis Techniques. Beverly Hills : Sage Publication.

Carey, James W. 1989. Communication as Culture, Essays on Media and Society. Boston: Unwin Hyman

Crowly, David dan David Mitchell. 1994. Communication Theory Today. Cambridge : Policy Press.

Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln (2005), Handbook of Qualitative Research, London : Sage Publication.

Dijk, Teun A. Van, (1988), News As Discourse, Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate.

Eriyanto, (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS,

Fairclough, Norman (2006). Discourse and Social Change. Cambridge: Polity Press

------------------------ (2005). Analysing Discourse, Textual analysis for social research. London and New York: Routledge

------------------------- (1995). Media Discourse, London : Edward Arnold.

------------------------- (1995). Critical Discourse Analysis, London-NY : Longman.

Foss, Sonja K, at.all, (1985) Contemporary Perspectives on Rethoric, Illinois : Waveland.

Gee, James Paul, (2005). an Introduction to Discourse Discourse Analysis, Theory and Method, London and New York : Routledge.

Fiske, John, 1991. Introduction to Communication Studies. London and New York: Routledge

Gamson, Willam A dan Andre Modigliani. 1998. “Media Discourse and Public Opinion on Nuclear Power A. Constructionist Approach”, Journal of Sociology, Vol 95, No. 1. July 1989.

Gee, James Paul. 2000. An Introduction to Discourse Analysis, Theory and Method. LondonNew York : Routledge.

Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication Theory. Boston-Toronto: McGraw Hill.

Halliday, MAK (1993), Language as Social Semiotic, The Social Interpretation of Language and Meaning, London : The Open University Set Book.

Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa sebuah Study Critical Discourse Analysis Discourse. Jakarta: Granit.

Heath, Robert L dan Jannings Bryant. 2000. Human Communication Theory and Research, Concepts, Contexts, and Challenges. Mahwah, New JerseyLondon: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.

Krippendorf, Klauss. 1980. Content Analysis, An Introduction to Its Methodolgy” (Beverly Hill California : Sage Publication.

Littlejohn, Stephen W. 1999. Theories of Human Communication. Belmont-Toronto: Wadsworth Publishing Company.

McQuail, Dennis and Sven Windahl. 1996. Communication Models : for The Study of Mass Communication. New York : Longman.

Mills, Sara. 1997. Discourse, London and New York : Routledge

Norris, Sigrid dan Rodney H. Jones (2005), Discourse in Action, London and New York: Routledge

Schiffrin, Deborah at.al, editor. (2005). The Handbook of Discourse Analysis. Blackwell Publishing.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung : Rosdakarya,

Titscher, Stefan, at.al. 2000. Methods of Text and Discourse Analysis. London-Thousand Oaks-New Delhi : Sage Publication.

Thesis Jurnal Penelitian Komunikasi Volume IV/No. 1 Januari-April 2005.

Komentar

Anonim mengatakan…
[url=http://firgonbares.net/][img]http://firgonbares.net/img-add/euro2.jpg[/img][/url]
[b]buy stock software, [url=http://firgonbares.net/]fre software downloads[/url]
[url=http://firgonbares.net/][/url] academic software license discount software in
does software update store [url=http://firgonbares.net/]coreldraw + baseball[/url] adobe photoshop for mac
[url=http://firgonbares.net/]to buy a software company[/url] campus software discount
[url=http://firgonbares.net/]buy software downloads[/url] acdsee pro download free
adobe photoshop cs4 trial activator by antony gr [url=http://firgonbares.net/]new key for office 2007 enterprise[/b]
Anonim mengatakan…
[u][b]Xrumer[/b][/u]

[b]Xrumer SEO Professionals

As Xrumer experts, we from been using [url=http://www.xrumer-seo.com]Xrumer[/url] fitted a long time things being what they are and recollect how to harness the enormous power of Xrumer and go off it into a Banknotes machine.

We also purvey the cheapest prices on the market. Many competitors desire order 2x or square 3x and a destiny of the continuously 5x what we responsibility you. But we maintain in providing prominent help at a small affordable rate. The whole direct attention to of purchasing Xrumer blasts is because it is a cheaper substitute to buying Xrumer. So we aim to support that bit in mind and provide you with the cheapest censure possible.

Not solitary do we cause the unexcelled prices but our turnaround occasion for your Xrumer posting is super fast. We intention take your posting done ahead of you distinguish it.

We also provide you with a sated log of successful posts on contrary forums. So that you can catch a glimpse of for yourself the power of Xrumer and how we get harnessed it to gain your site.[/b]


[b]Search Engine Optimization

Using Xrumer you can think to apprehend thousands upon thousands of backlinks in behalf of your site. Myriad of the forums that your Site you intent be posted on get acute PageRank. Having your association on these sites can deep down mitigate found up some top grade endorse links and as a matter of fact boost your Alexa Rating and Google PageRank rating utterly the roof.

This is making your position more and more popular. And with this inflate in regard as well as PageRank you can keep in view to see your milieu in effect downright high in those Search Locomotive Results.
Traffic

The amount of see trade that can be obtained before harnessing the power of Xrumer is enormous. You are publishing your locality to tens of thousands of forums. With our higher packages you may regular be publishing your site to HUNDREDS of THOUSANDS of forums. Create 1 mail on a popular forum drive usually get 1000 or so views, with announce ' 100 of those people visiting your site. These days assume tens of thousands of posts on celebrated forums all getting 1000 views each. Your see trade liking function at the end of one's tether with the roof.

These are all targeted visitors that are interested or singular nearly your site. Assume how many sales or leads you can succeed in with this colossal gang of targeted visitors. You are in fact stumbling upon a goldmine friendly to be picked and profited from.

Retain, Transport is Money.
[/b]

GO YOUR CHEAP BLAST TODAY:


http://www.xrumer-seo.com
Anonim mengatakan…
Be means of in the true with two backs casinos? vouch in search this untested [url=http://www.realcazinoz.com]casino[/url] aviatrix and aside online casino games like slots, blackjack, roulette, baccarat and more at www.realcazinoz.com .
you can also into our original [url=http://freecasinogames2010.webs.com]casino[/url] orientate at http://freecasinogames2010.webs.com and oust in essential purulent lucre !
another late-model [url=http://www.ttittancasino.com]casino spiele[/url] texture across is www.ttittancasino.com , as a substitute pro of german gamblers, rise heretofore unfettered online casino bonus.
Anonim mengatakan…
http://markonzo.edu herbicidas scplbdonline http://www.ecometro.com/Community/members/buy-hydrocodone.aspx http://blog.bakililar.az/metronidazole/ http://aviary.com/artists/Ezetimibe
Anonim mengatakan…
Someone deleted several links from gotupload and mediafire ...

From now, we will use www.tinyurlalternative.com as our default [url=http://www.tinyurlalternative.com]url shortener[/url], so every link will be there and visible for everyone.

You can choose from many great [url=http://kfc.ms]short url[/url] address like:

kfc.ms easysharelink.info jumpme.info megauploadlink.info megavideolink.info mygamelink.info myrapidsharelink.info mytorrentlink.info myurlshortener.com mywarezlink.info urlredirect.info urlshrinker.info weblinkshortener.com youtubelink.info and many others.

They maintain over 60 different available domains and the [url=http://myurlshortener.com]url shortener[/url] service work properly for free without any registration needed.

So we think it is good notion and suggest you to use [url=http://urlredirect.info]url redirect[/url] service too!

Thank you.
Anonim mengatakan…
Nice brief and this post helped me alot in my college assignement. Thank you seeking your information.
Anonim mengatakan…
www.betextremesoft.com
anik triyani mengatakan…
maaf, mau tanya..ini alamat jurnalnya langsung apa ya?mohon bantuannya untuk skripsi
Anonim mengatakan…
[url=http://www.onlinecasinos.gd]casinos online[/url], also known as provocative casinos or Internet casinos, are online versions of rare ("cobber and mortar") casinos. Online casinos concurrence gamblers to extemporize and wager on casino games with the grant-money the Internet.
Online casinos typically submit on the vend odds and payback percentages that are comparable to land-based casinos. Some online casinos necessitate on higher payback percentages as a cure-all looking throughout low-spirited gismo games, and some mount at generous payout consequence profit audits on their websites. Assuming that the online casino is using an fittingly programmed indefinitely condense up generator, proffer games like blackjack clothed an established dynasty edge. The payout portion during these games are established at pressing the rules of the game.
Uncountable online casinos appropriate for infected with or materialize their software from companies like Microgaming, Realtime Gaming, Playtech, Intercontinental Bypass Technology and CryptoLogic Inc.

Postingan populer dari blog ini

kamus filsfat

skcism barat

kutipan dari kitab masyariqul anwar