makna dan pemahaman
Dalam hidup manusia
membutuhkan pemahaman. Banyak yang harus
difahami termasuk dirinya, hidupnya, tujuannya, tuhan, alam, manusia lain dan
sebagainya. Memahami adalah menjadi bagian dari eksistensi manusia. Kejahilan,
kegelapan membuat manusia bingung, khawatir, dan tidak bergerak. Menurut Ibnu
Arabi untuk memahami manusia membutuhkan akal, indra dan gabungan dari indra
dan akal. Yang dicerap oleh indra dan
akal bersumber dari alam barzakah.
Konsep-konsep abstrak
(ma’ani) memiliki peranan epistemologi, ontologi dan aksiologi. Lewat
epistemologi manusia dapat menggali rahasia dari alam ini, dan lewat ontologi
manusia dapat menyatukan, mentransformasi, mengubah dan melakukan
transendentasi ke berbagai alam, baik alam atas atau alam bawah. Dan lewat aksiologi, ia bisa memberi nilai,
menerima nilai dan menciptakan nilai.
Manusia hanya berpikir dengan
makna-makna yang kemudian dibungkus dalam wadah bahasa. Makna-makna itu bisa
jadi tidak terwadahi oleh makna atau makna itu memperluas, mempersempit
bahasa. Untuk mengevaluasi makna yang
dipikikan oleh manusia hanya lewat bahasa kita akan menemukan ukuran yang
obyektif. Kita tidak mempertimbangkan
makna-makna yang dipikirkannya. Kita hanya akan melihat bahasa yang digunakannya. Kita akan menilai pikiran seseorang lawat
bahasanya.
Tetapi makna bisa melampui
hal itu. Seseorang yagn memiliki pengalaman yang lebih luas dan lebih dalam dan
memiliki jiwa yang lebih halus akan menemukan makna-makna yang lebih luas dan
lebih komprehensif dari yang tidak berpikir.
Otoritas alam makna atas
tindakan dan signifikansinya menggambarkan validitas teori Mulla Sadra tentang
hirarki alam, yang lebih tinggi memiliki sumber kausalitas atas yang lebih
rendah. Apa yang ada di bawah sudah ada di atas dalam bentuk yang lebih sempurna.
Salah satu manifestasi alam mitsali itu adalah makna-makna yang terpikirkan,
makna yang menjadi ajang komunikasi yang lebih berbudaya dan lebih bermakna
ketimbang sekedar komunikasi verbal biasa.
Filsafat ingin menganalisa
makna-makna itu dari entitas eksternal
yang dikonsepsikan, kemudian dari konsep-konsep itu lahir makna-makna logika
seperti universal, partikular, substansi, aksiden dan sebagainya dan kemudian
lahir lagi makna-makna yang lebih eksistensial yaitu makna-makna filosofis
seperti ada, tiada, sebab-akibat, kontingensi, esensi, gradasi, pluralitas, dan sebagainya.
Makna-makna filosofis itu
lebih real dan itulah sebenarnya yang
menjadi isi dari alam materi, alam imajinal dan alam intelek. Apa yang terjadi
jika kategori-kategori intelek itu tidak ditemukan.
Memiliki pemahaman yang benar
dan sempurna tentunya adalah harapan semua manusia. Seseorang yang memiliki pemahaman yagn
mendalam, luas dan sempurna akan memilih tindakan yang lebih luas, mendalam dan
hati-hati.
Komentar